Peluk Yang Berpeluh

 Terkenang suara tangis, suara yangis yang menyeruak
 Membentur langit-langit ruang yang mulai babak belur. 
Dan dinding-dinding lusuh, 
Saksi gelak bahagia akan kelahiran diatas peluk yang berpeluh. 
Waktu berlari tek terhenti, 
Tangis yang hampir senada berpuluh tahun silam
Kini meraung di ruang-ruang kepala, 
Memuai, merengsek diantara untaia doa dan harap. 
Mempertanyakan langkah yang belum kemana
Mengguncang diri yang berusaha tetap percaya 
Menggugat bahagia akan dewasa. 
Namun semua kembali pulang
Pada tempat yang terasa paling palung
Ketika wajah berpaling 
Pada dua wajah yang penuh kasih sayang. 
Lalu doa dan harap kian bertambah
Dengan jumlah yang semakin tak terbayang
Pun dengan tanya yang tak juga mau mengarungi dirinya. 
Meski pada akhirnya, 
Satu hal yang mesti tetap tertatap dengan tepat
Semoga harap terus hidup dan takka  meredup.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berpulang

Quarter-Life-Crisis